Peternakan sapi perah umumnya berada di wilayah dataran tinggi yang dingin dan sejuk untuk menghindari ternak stress akibat kepanasan. Namun seiring perkembangan waktu, wilayah usaha peternakan di dataran tinggi mengalami overload, menyebabkan muncul permasalahan di bidang lingkungan, sosial, dan ekonomi peternak.
Kondisi tersebut memunculkan pemikiran yang didasari dari hasil beberapa riset tentang wilayah alternatif untuk pengembangan usaha sapi perah, yakni wilayah dataran rendah. Sebab dataran rendah memiliki potensi sumberdaya alam berupa limbah pertanian dan limbah pabrik yang bdapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan. Disamping itu sumberdaya manusia dan sumberdaya ekonomi juga tersedia.
Akan tetapi peternakan di dataran rendah mempunyai kendala lingkungan yang cukup serius yaitu temperatur udara yang relatif tinggi. Sehingga mengakibatkan cekaman panas yang pada akirnya berpengaruh pada produksi ternak.
Menelisik fenomena itu Kepala Laboratorium Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (Uniska), Kediri, Endang Sapta Hari Sosiawati, S.Pt.,MP melakukan penelitian berjudul “Analisis Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi Perah di Dataran Rendah”.
Penelitian yang berfokus di Koperasi Susu Karya Bhakti-Kecamatan Ngancar-Kabupaten Kediri-Provinsi Jawa Timur, disusun sebagai syarat mendapatkan gelar Doktor. Pasalnya dia terdaftar sebagai mahasiswa Program Pascasarjana di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB).
Endang mengatakan tujuan penelitian adalah untuk menemukan nilai atau angka keberlanjutan serta faktor-faktor dan model struktural dari keberlanjutan usaha sapi perah didataran rendah.
Sampel yang digunakan sebanyak 150 unit, terbagai dalam tiga strata yaitu strata 1 (S1), strata 2 (S2), dan srtata 3 (S3). Nilai keberlanjutan dan intepretasinya di dasarkan pada rumus dan standar (besaran angka dan warna) yang dikeluarkan oleh International Farm Comparison Network (IFCN, 2010) yang meliputi nilai: 1). Keberlanjutan ekonomi, 2). Keberlanjutan lingkungan, 3). Keberlanjutan sosial, 4). Faktor ternak, 5). Faktor pakan, dan 6). Faktor kesehatan ternak.
Hasil penelitian menunjukkan peternak sapi perah responden didominasi oleh peternak produktif. Pendidikan formal relative rendah (72,8%lulusan SD), memiliki usaha atau pendapan non sapi perah (dagang, tani, ternak non sapi perah, buruh, sopir, ASN,lain-lain), investasi di sapi perah lebih besar disamping usaha lain. Sehingga dapat disimpulkan ybahwa nilai keberlanjutan usaha sapi perah tertinggi (bagus) ada pada S1, kemudian disusul S2 dan S3. (dta)